Dan Memang Harus Begitu
Semacam pagi yang biasa. Tak perlu cemas. Juga waktu yang mengajarkan untuk memasang pagar baja. Agar tak terlalu cepat berair mata, katanya. Jika masih berair, ngomong saja sama Tuhan. Kan Dia yang paling penyayang. Dia yang paling berhak.
Aku angguk-angguk.
Semacam siang yang biasa. Ada letupan-letupan imajinasi yang muncul lagi. Atau semangat yang menjadi-jadi. Aku mau ini, aku mau itu. Harus begini harus begitu. Kata waktu, cara termudah untuk berdamai dengan yang tidak kau sukai adalah menghadapinya. Selesaikan dengan baik. Kau kan jagoan. Kalau bukan kau sendiri, siapa yang mau berjuang untuk hidupmu?
Aku angguk-angguk.
Semacam malam yang biasa. Kasur empuk dan kitab suci yang terabai sampai berdebu. Kata waktu, istirahat. Jangan lupa beri makan jiwamu.
Aku angguk-angguk. Seperti merayakan hari-hari dan senyuman untuk diri sendiri. Ini sebuah pencapaian. Sudah bisa mengendalikan kesedihan dan kebahagiaan itu pencapaian.
Lalu terlelap.
Hati dan pikiran sibuk bersih-bersih. Agar lebih lapang, katanya. Terima kasih, kataku.
Aku angguk-angguk.
Semacam siang yang biasa. Ada letupan-letupan imajinasi yang muncul lagi. Atau semangat yang menjadi-jadi. Aku mau ini, aku mau itu. Harus begini harus begitu. Kata waktu, cara termudah untuk berdamai dengan yang tidak kau sukai adalah menghadapinya. Selesaikan dengan baik. Kau kan jagoan. Kalau bukan kau sendiri, siapa yang mau berjuang untuk hidupmu?
Aku angguk-angguk.
Semacam malam yang biasa. Kasur empuk dan kitab suci yang terabai sampai berdebu. Kata waktu, istirahat. Jangan lupa beri makan jiwamu.
Aku angguk-angguk. Seperti merayakan hari-hari dan senyuman untuk diri sendiri. Ini sebuah pencapaian. Sudah bisa mengendalikan kesedihan dan kebahagiaan itu pencapaian.
Lalu terlelap.
Hati dan pikiran sibuk bersih-bersih. Agar lebih lapang, katanya. Terima kasih, kataku.
Comments