#4 Mei untuk Maret: Sesuatu yang Merona di Pipinya
"Hai. Boleh berkenalan denganmu?" tanya Mei di senja itu. Dia tersipu-sipu dengan bahunya yang tegak dan memikul buku-buku.
"Ada apa denganmu?" jawab Maret kaget sambil membetulkan posisi helmnya. Mereka sengaja bertemu selepas kerja. "Ada apa ini, Mei?"
"Ternyata kamu sudah mengenalku" ujar Mei dengan kepala yang digerakkan ke kiri dan ke kanan.
Maret masih bengong.
"Aku mencintaimu, Maret". Mei tersenyum genit lalu berpura-pura meninggalkan Maret yang sudah beberapa menit di situ untuk menjemputnya.
Wajah Maret masih datar.
Satu detik, dua detik. Hingga kalimat Mei tadi terngiang kembali di pikiran.
Lalu muncul sesuatu yang menggelitik, berwarna merah. Merona dan meronta di pipinya.
Maret memarkir sepeda motornya, melepas helmnya, dan mengejar Mei yang sudah beberapa langkah di depannya. Dia dengan spontan memeluk Mei dari belakang.
"Jangan membuatku gila, sayang"
Dan senja pun ikut memerah. Semerah sesuatu yang merona di pipinya.
"Ada apa denganmu?" jawab Maret kaget sambil membetulkan posisi helmnya. Mereka sengaja bertemu selepas kerja. "Ada apa ini, Mei?"
"Ternyata kamu sudah mengenalku" ujar Mei dengan kepala yang digerakkan ke kiri dan ke kanan.
Maret masih bengong.
"Aku mencintaimu, Maret". Mei tersenyum genit lalu berpura-pura meninggalkan Maret yang sudah beberapa menit di situ untuk menjemputnya.
Wajah Maret masih datar.
Satu detik, dua detik. Hingga kalimat Mei tadi terngiang kembali di pikiran.
Lalu muncul sesuatu yang menggelitik, berwarna merah. Merona dan meronta di pipinya.
Maret memarkir sepeda motornya, melepas helmnya, dan mengejar Mei yang sudah beberapa langkah di depannya. Dia dengan spontan memeluk Mei dari belakang.
"Jangan membuatku gila, sayang"
Dan senja pun ikut memerah. Semerah sesuatu yang merona di pipinya.
Comments