Kisah Sepasang Boot Tua

Sepasang boot tua tergeletak rapi di sudut lemari. Tidurnya pulas, mungkin dia sedang bermimpi indah. Mimpi-mimpi yang telah menjadi kenyataan. Dia sudah begitu tua, namun semangatnya masih sangat muda. Dia masih ingin berkelana ke seluruh dunia, menggapai indahnya langit malam dan menaklukkan kekuatan ombak samudera. Namun kekuatannya sudah amat rentan dan tubuhnya mulai rapuh. Sehingga kini dia tidak mampu lagi menaklukkan semua angan-angannya.

Sepatu boot itu terbangun dan memandangi sang petualang yang sedang duduk membaca koran pagi. Petualang itu bersandar pada kursi rotan yang empuk. Dia sudah banyak berubah. Sudah mulai tumbuh rambut putih di kepalanya. Pandangannya mulai layu, tertutupi oleh kacamata tebal yang bertengger di hidungnya. Keriput telah menutupi kulit dan otot-ototnya yang kuat. Masa kejayaannya telah berlalu. Masa muda yang menyenangkan dan penuh warna.

Dia melepaskan kacamatanya dan menoleh ke boot tua itu. Dia tersenyum dan memejamkan kedua matanya. Dia membayangkan beribu kenangan di masa muda. Saat itu dia masih kuat dan ambisinya masih menyala. Pandangannya begitu tajam menatap ke arah masa depan yang penuh tantangan. Kulitnya keras dan otot-otot menggelembung indah di setiap bagian tubuhnya. Para wanita bersorak dan memuja kegagahannya. Tapi itu semua masa lalu...

Sepatu boot dan petualang yang sama tuanya itu telah merasakan pahit manisnya kehidupan. Mereka belajar bertahan hidup dengan berbagai petualangan nyata yang tak ternilai harganya. Berjuang melawan ketakutan dan keganasan alam. Semua jerih payah dan buah pikiran dikorbankan untuk satu cita-cita. Saat berhasil menginjakkan kaki di daratan tujuan, mereka akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan itu melebihi kemewahan fana yang ditawarkan dunia...

Mereka belajar mengerti satu sama lain. Berpedoman bahwa kesetiaan, persahabatan dan kerja keras adalah puncak dari segala-galanya. Keringat yang mengalir akan terbayarkan oleh segarnya tetesan dari air mata bahagia. Kulit yang kian terbakar akan terbalut oleh damainya ketangguhan hati sang petualang.

Sang petualang mengangkat boot tua itu ke hadapannya. Boot tua seakan tersenyum. Senyum yang tidak dapat dilihat tapi dapat dirasakan. Senyum keikhlasan dari sepasang sepatu yang telah begitu tulus mengabdi pada sang petualang. Baginya, petualangannya tak dapat terbayarkan. Beribu pemandangan indah yang dia saksikan telah mengobati luka-luka di sol dan kulit tebalnya.

Boot tua itu masih berwarna kecoklatan. Namun kulit yang menutupinya telah kian menipis. Kulit itu telah melindungi kaki sang petualang dari tajamnya terik sang surya dan dinginnya salju serta aliran air yang menghalangi perjalanan mereka. Sol hitamnya yang berkualitas istimewa mulai timbul luka-luka dan goresan-goresan kecil. Di sekelilingnya terlihat bekas jahitan untuk menguatkan solnya yang kian terlepas. Sol itu begitu berjasa. Sol itu melindungi sang petualang dari tajamnya batu-batu dan panasnya pasir gurun. Sang boot tua melupakan rasa sakit yang dialaminya demi keselamatan sang petualang. Sesekali dia meringis kesakitan saat duri-duri kecil hinggap dan melukai dirinya. Namun, itu semua tidak akan pernah menjadi penghalang baginya untuk mencapai impian besar bersama sang petualang.

Dia masih terlihat tangguh. Ikatan dari kulit yang menguatkannya dan tali-tali yang mengikat dirinya menggambarkan kekuatan dari hatinya. Dia masih nyaman untuk dipakai, tapi sang petualang tidak tega untuk menggunakannya. Kondisi kesehatannya sudah sangat rentan. Dia sudah terlalu lelah. Sudah saatnya dia beristirahat dan menikmati masa tuanya.

Boot tua itu masih ingat berbagai petualangan menarik yang diperolehnya. Dia pernah memandang keajaiban dunia dan indahnya hutan cemara pada musim gugur. Dia membayangkan panasnya padang pasir dan tajamnya kaktus serta manisnya buah kurma saat mereka mengunjungi kemegahan piramida Mesir. Dinginnya es Alaska dan putihnya salju abadi yang membuatnya menggigil telah menjadi kenangan favoritnya. Semak belukar tajam dan beracun merintangi perjalanan mereka menuju keindahan hutan hujan dan pemandangan danau yang mempesona.

Dia ingat akan kengeriannya saat mendaki bukit-bukit terjal. Sesekali dia tergelincir dan batu-batu kecil di sekitarnya ikut gugur. Fenomena ombak dan badai yang mengolengkan kapal mereka telah mengiringi petualangan mereka mengunjungi satu pulau ke pulau yang lain. Insiden mencekam yang pernah dilaluinya yakni saat dia berusaha melindungi sang petualang dari cakaran macan tutul dan bisa ular yang mematikan. Dia telah berteman dengan puluhan jenis satwa liar dan merasakan sakitnya patukan burung flamingo. Dia sangat bahagia saat bertengger bebas dengan sang petualang dalam menyusuri rimba dengan bantuan gajah Afrika, unta dan kuda yang berlari dengan sangat kencang. Sungguh pesona yang luar biasa...

***

Lamunannya terhenti saat sang petualang membelainya lembut dan membersihkan noda yang mengotori tubuhnya. Sang petualang sangat menyayanginya dan merawatnya dengan baik. Dia tidak akan membiarkan kaki-kaki usil dari orang yang tidak berperasaan menyakitinya. Ini adalah janji sang petualang kepada sahabatnya sang sepatu di hari tua.

“Aku masih ingat berbagai petualangan yang telah kita lalui. Aku ingin merasakannya lagi. Aku rindu masa mudaku...” sahut sang petualang sambil mengikat tali-tali sepatu boot tua itu dengan rapi.

Boot tua menatapnya dalam-dalam. Bukan tatapan dengan mata, tapi tatapan dari hati nurani yang hanya dapat dirasakan oleh sang petualang seorang.

“Tapi aku sudah sangat tua...” jawabnya lirih.

Seakan dapat mendengarkan jawaban dari boot tua itu, sang petualang pun menyahut, “Aku tahu. Tapi keinginan itu tiba-tiba timbul. Aku kembali ingin berkelana. Masih banyak tempat yang belum kukunjungi.”

“Aku tidak bisa menemanimu lagi...” gumamnya lemah.

Sang petualang tersenyum dan mendekati wajahnya.

“Aku tidak akan merepotkanmu. Engkau telah cukup lama membantuku. Engkau telah begitu lelah. Sudah saatnya ada yang menggantikan dirimu.”

Boot tua itu menatapnya sendu hingga ikatan kulitnya terlepas. Dia begitu sedih karena tidak mampu melindungi sang petualang lagi. Dia tidak ingin kasih sayang sang petualang harus terbagi kepada sepatu lain. Tapi tidak selamanya dia mampu bertahan. Dia harus memberikan kesempatan kepada sepatu lain untuk menikmati petualangan yang sama. Dan ini demi kebaikan sang petualang...

Sang petualang kembali meletakkan boot tua ke sudut lemari. Dia mengenakan kemeja kumuh di balik jaket kulitnya. Tiba-tiba sesuatu yang berkilau dan basah keluar dari sela-sela tubuh boot tua itu. Dia ternyata begitu bersedih.

Sang petualang menyadarinya dan menatapnya lekat-lekat.

“Tenang. Engkau tetap yang terbaik bagiku...”

***

Tekad sang petualang untuk kembali melanjutkan berbagai impiannya terlihat semakin kuat. Dia mulai berusaha mencari informasi mengenai daerah-daerah baru yang menantang dan berbahaya untuk dikunjungi. Mulai dari mengamati berbagai jenis peta, membaca ensiklopedi dunia dan mempersiapkan peralatannya. Sepertinya dia ingin menghabiskan kehidupan di masa tuanya dengan beragam petualangannya lagi. Usia bukan menjadi penghalang baginya. Dia tidak takut akan berbagai resiko yang mengancam kesehatan bahkan nyawanya. Kecintaannya akan petualangan membuatnya rela mati untuk itu.

Namun, sang boot tua yang selalu menemani dan melindungi kaki sang petualang harus pensiun dari tugasnya. Sebentar lagi dia akan digantikan oleh sepasang sepatu baru. Dia melihat dirinya yang sudah kian lemah dan renta. Masa-masa indah itu telah berlalu, batinnya.

Lamunannya buyar saat sang petualang mengangkatnya dan memasukkannya ke dalam kotak. Lalu sang petualang memasukkan kotak itu ke dalam tas ranselnya dan beranjak pergi. Sang boot tua seketika menangis dan menggigil ketakutan. Dia membayangkan dirinya akan dibuang ke tempat sampah karena dianggap tidak berguna lagi. Kemudian dia akan hancur menjadi puing-puing dan kepingan yang berserakan. Hatinya gundah...

“Mau dibawa kemana aku ini? Apakah aku akan dilupakan begitu saja setelah semua pengabdian yang kuberikan padanya? Ternyata dia sungguh manusia kejam!” gumamnya sambil meronta-ronta marah. Dia terus mengumpat sang petualang dan menyesali diri. Walaupun dia tidak tahu apa yang akan terjadi, namun dia terus gelisah di kotak yang sempit itu.

Ternyata semua dugaannya salah. Sang petualang masuk ke sebuah bangunan kecil dan antik. Kotak boot tua itu dibuka, dan... matanya membelalak lebar saat dia berada di sebuah tempat yang nyaman, sejuk dan dia melihat beragam benda sejenisnya terpajang rapi di lemari-lemari kayu. Beberapa dari mereka ada yang memalingkan pandangannya, ada yang tersenyum dan ada juga yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Boot tua pun melambaikan tali sepatunya untuk menunjukkan sikap bersahabat. Selama hidupnya, dia cukup jarang melihat dan berbincang dengan sepatu-sepatu lain. Wajar, dia begitu terpesona.

“Aku ingin mencari sepatu boot jenis ini. Apakah masih ada?” tanya sang petualang kepada penjaga toko sepatu. Dia memperhatikan dengan seksama dan mengerutkan dahinya.

“Sepatu ini memang sudah sangat usang. Sudah tidak layak pakai. Kalau kau ingin mencari yang persis seperti ini, kau tidak akan menemukannya lagi. Pabrik sudah berhenti memproduksinya sejak 5 tahun yang lalu.”

Sang petualang mengeluh lalu dia kembali menerangkan, “Dulu aku membelinya di sini. Bagaimana kalau kau khusus membuatkannya untukku?”

Dia menggeleng. “Maaf, kami tidak bisa. Kami berhenti membuatnya karena para konsumen tidak meminatinya lagi. Jenis ini sudah ketinggalan zaman. Untuk membuatnya sungguh membutuhkan biaya yang besar. Kami harus mengimport kulit dan karet dengan kualitas tinggi dari luar negeri...”

Sang petualang kecewa dan memandangi boot tuanya. Selintas dia mendapatkan ide. “Bagaimana kalau kau memperbaikinya? Aku harus segera menemukan sepatu yang cocok untukku. Aku ingin pergi berpetualang.”

“Memperbaikinya sama saja dengan merusaknya. Hasilnya akan lebih buruk karena keadaannya sudah sangat tua. Bagaimana kalau kau melihat-lihat dulu sepatu yang ada di sini? Mungkin kau tertarik” jawab penjaga toko sambil mempersilakan sang petualang berkeliling memilih sepatu yang sesuai.

Boot tua berbalik dan memperhatikan aneka sepatu di sekelilingnya. Ada sepatu keds dengan beragam corak dan warna menarik yang terlihat sporty. Ada beberapa sepatu hak tinggi yang tersusun dengan anggun berhiaskan pita dan bunga di sisi-sisinya. Ada juga sepatu kerja pria yang sangat mengkilat dan maskulin. Terakhir, dia melihat beberapa sandal dengan beragam motif lucu di lemari bagian bawah. Tapi dia tidak melihat sepatu yang mirip dengannya. Sepatu boot yang cocok untuk menemani sang petualang. Mereka masih sangat muda dan menawan, batinnya.

“Adakah yang ingin menjadi pengganti diriku?” tanyanya lantang memberanikan diri. Beberapa sepatu terbangun karena mendengar suara berat sang boot tua.

“Wahai boot tua.. Kau ini milik siapa?” lanjut beberapa sepatu keds simpati. Sepatu-sepatu hak tinggi tertawa mengejek melihat penampilan kumuh sang boot tua. Sedangkan sepatu pria masih bersikap dingin tanpa ekspresi.

“Aku milik sang petualang sejati yang sedang berdiri di balik lemari itu. Aku telah cukup lama menemani dia. Kami setiap hari melakukan berbagai petualangan baru. Mengunjungi pulau-pulau tak berpenghuni, melewati derasnya ombak, menahan panasnya padang pasir, dinginnya es abadi dan berpetualang menjelajah berbagai bangunan unik hingga rimba yang ganas” jawabnya bangga.

“Menarik sekali! Kau pasti sudah punya banyak pengalaman. Aku juga ingin berkeliling dunia sepertimu” sahut sepatu sneakers berwarna hijau dengan penuh antusias.

“Ya, tapi kau harus juga sanggup untuk melindungi sang petualang. Kau harus rela menahan sakit dari serangan hewan-hewan buas, menantang rasa takut saat kau mendaki bukit tinggi dan menghadapi keganasan alam. Itu setara dengan pengalaman luar biasa yang akan kau peroleh...”

Terlihat semua sepatu bergidik mendengar cerita sang boot tua. Seketika sneakers hijau tadi menunduk dan menggelengkan kepalanya. Sahabatnya, sneakers dengan warna hitam putih menghibur kekecewaannya. “Lebih baik kau jangan pergi. Itu sungguh berbahaya. Kau akan mati dan rusak seketika dengan petualangan yang penuh resiko itu. Itu bukan tugas kita. Kita ditugaskan melindungi kaki-kaki para anak sekolah dan para remaja dengan berbagai aktivitasnya, berolahraga dan bermain. Itulah tugas kami, boot tua. Maaf, kami tidak sanggup...”

Tiba-tiba tawa nyaring beberapa sepatu hak tinggi mengalihkan perhatian sang boot tua. “Wahai boot tua, lihatlah kami. Kami begitu anggun dan indah. Kami sungguh tidak pantas untuk menggantikanmu. Kami ditugaskan untuk melindungi kaki para wanita muda yang modis dan modern. Ceritamu tidak menggugah perasaan kami sama sekali. Kami akan dibawa oleh gadis dan wanita kaya ke mall dan pesta-pesta mahal. Harga diri kami bisa turun jika harus tinggal dengan petualang seperti dia. Kami tidak ingin tubuh indah kami terluka dan tergores oleh petualanganmu yang menyedihkan itu...” gumamnya mengejek. Beberapa sepatu hak tinggi di sampingnya ikut tertawa-tawa dengan sikap centil dan menjijikkan.

“Jangan pernah menghina sang petualang. Dia sungguh berhati mulia. Tubuh kalian memang indah, tapi kalian yang selalu hidup dengan kemewahan membuat hati kalian angkuh dan tertutup. Sang petualang juga tidak akan berminat menyentuhmu atau melirikmu! Petualangan kami tidak dapat dinilai dengan apapun. Lampu-lampu sorot yang ada di pesta mahal kalian, tidak ada istimewanya sama sekali jika kalian pernah melihat keindahan jutaan bintang di langit malam. Kalian sebaiknya tahu itu!”. Boot tua mengeluarkan emosi dan kemarahannya hingga kerumunan sepatu hak tinggi kaget. Dia tidak akan pernah memaafkan orang yang merendahkan kebaikan sang petualang. Dia sangat membenci sepatu hak tinggi itu.

“Oops. Terserah deh, tapi itu bukan gaya hidup kami...” kata sepatu hak tinggi dengan pita pink indah menghentikan kemarahan sang boot tua.

Sambil mengendalikan napasnya yang tersengal-sengal, dia terus berusaha mencari pengganti yang cocok untuk dirinya. Lalu sepatu pria yang dari tadi bungkam mulai berani mengutarakan pendapatnya. “Engkau tidak perlu mengharapkan kami. Kami ditugaskan untuk menemani pria aktif yang selalu melakukan bisnis dan pekerjaannya di kantor. Kami tahu segala hal tentang bisnis. Kami tidak mengerti sama sekali tentang dunia petualanganmu. Itu sungguh menakutkan bagi kami...”

Boot tua tersenyum mendengar penuturan polos sang sepatu tadi. Beberapa rekannya hanya berpaling menunjukkan kesombongannya. “Ya benar. Hanya orang yang bernyali besar yang mampu melawan ketakutan itu. Kau tidak pantas untuk ikut petualangan ini. Dalam dunia bisnis, kau akan melakukan segala cara untuk mengeruk keuntungan pribadimu. Tapi tidak dalam petualangan ini. Kau harus mengusir keegoisanmu dan kau harus bersikap tulus untuk belajar berkorban terhadap orang lain. Kau akan menjunjung tinggi nilai kesetiaan dan persahabatan yang mungkin tidak akan kau kenal dalam duniamu. Tapi, aku bangga karena kau mau menghargai sepatu tua sepertiku.”

Sepatu tadi terpukau hingga kilatan di sepatunya semakin cemerlang. “Kau sungguh bijak, boot tua!”

Dari lemari yang paling bawah terdengar suara kecil yang berusaha memanggil-manggil boot tua. “Kelihatannya menyenangkan. Aku suka kegiatan-kegiatan yang menantang! Aku mau menggantikanmu...” ujar sepasang sandal biru tua dengan motif garis-garis.

Boot tua menyeringai tapi tetap menunjukkan senyuman uniknya. “Terima kasih. Aku menghargai niat tulusmu. Tapi, bentukmu sangat aneh. Kau tidak akan bisa menutupi kaki sang petualang dengan sempurna. Dia akan kesakitan, Nak..”

Sandal biru itu mengangguk lesu lalu dia kembali berpikir. “Bagaimana dengan boot kulit hitam itu?” tunjuknya ke arah boot hitam yang sedang tergeletak murung di dalam rak kaca yang berdebu. Di sisinya tergantung label harga dengan jumlah nilai yang sangat tinggi. Boot tua itu berbalik dan memandang boot hitam di bawah sambil menunjukkan sikap wajah penuh tanda tanya.

“Hey, boot tua. Sungguh bahagia nasibmu. Kau bisa menikmati petualangan yang menyenangkan dan tinggal bersama orang yang menyayangimu. Aku di sini duduk sejak lama. Tidak ada yang pernah memperhatikanku atau berniat membeliku. Aku hanya duduk di sini memandangi lalu lalang orang yang datang sambil terus berharap” jawabnya sendu.

“Bagaimana kalau kau menggantikanku?”

“Ehm...penjaga toko juga telah menunjukkanku kepada sang petualang. Tapi hargaku yang luar biasa mahal mungkin membuatnya tidak berminat membeliku. Lagipula dia malah kasihan terhadapku. Dia mengatakan bahwa aku sebaiknya tidak ikut dengannya. Petualangannya sungguh berbahaya dan hanya akan membuatku menderita. Mungkin dia benar, karena aku dikhususkan untuk dipakai oleh para model-model terkenal. Sedangkan sahabatku yang di sebelah ini biasa digunakan oleh para penggembala kuda dan koboi-koboi yang tinggal di pedalaman.” jawabnya sambil memperkenalkan boot di sebelahnya yang ukurannya lebih kecil.

Tanpa sadar sang petualang kembali meletakkan boot tua ke dalam kotak. Sang petualang melangkah dengan kecewa karena tidak menemukan sepatu yang layak untuk meneruskan petualangannya. Dia sungguh murung dan wajah tuanya suram. Seketika dia merasa semua impiannya sirna.

“Wahai boot tua, maafkan kami karena tidak sanggup menolongmu...” ucap beberapa sepatu yang terpajang untuk menghibur kekecewaan boot tua yang terbaring miring dalam ransel.

***

Pagi hari ini udara sungguh dingin. Matahari bersembunyi di balik awan hitam. Rintik-rintik hujan membangunkan tidur boot tua dari mimpi indahnya. Dia memandangi wajah sang petualang yang sedang duduk memandang gerimis yang turun dari balik jendela. Boot tua mengerti akan kegundahan sang petualang. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk menghibur hatinya. Sesekali dia menyesal karena dia sudah begitu tua dan lemah sehingga tidak mampu lagi membahagiakan sang petualang. Tapi dia lebih menyesal melihat sikap para sepatu muda yang telah ditemuinya yang tidak memiliki keberanian dan nyali untuk menghadapi suka duka kehidupan.

“Masa telah berubah...” gumam sang petualang sambil tidak melepaskan pandangannya pada tetes-tetes air yang menyangkut di jendela.

“Kau tahu, tidak ada yang abadi. Begitu juga petualangan ini...” Sang petualang seakan mengajak boot tua berbicara. Tetapi dari wajahnya tidak terlihat keresahan. Wajah sang petualang terlihat kembali cerah. Senyuman kecil hadir di bibirnya.

“Aku rasa petualanganku sudah cukup. Kau sudah tua, begitu juga denganku. Kau sungguh boot tua yang luar biasa. Tidak ada yang seberani dirimu. Tidak akan pernah lagi kutemukan sepatu setangguh engkau, boot tua...”

Boot tua tersipu malu hingga tali yang tersimpul di tubuhnya terlepas. Sang petualang mengangkat boot tua dengan sayang ke atas meja di hadapannya.

“Aku sudah membulatkan tekadku. Aku tidak akan meneruskan petualanganmu tanpa engkau...”

Boot tua bingung dan kembali murung. Dia tidak tahu jelas apa alasan sang petualang sejati itu mengurungkan niatnya. Dia hanya menyebutkan bahwa dia tidak akan pergi tanpa boot tua yang menemaninya.

“Kita akan menikmati masa tua bersama. Menikmati setiap detik sisa waktu hidup. Aku punya impian baru, boot tua. Aku ingin ada generasi yang mencintai petualangan dan berani menaklukkan rasa takut. Aku ingin dunia tahu tentang pengalaman dan persahabatan kita ini. Aku akan mengabadikan ini semua dalam sebuah buku...”

Boot tua mengangguk dan melepaskan air mata bahagianya begitu saja. Dia sungguh merasa berharga. Sang petualang telah menganggapnya sebagai manusia sejati yang tercipta dalam wujud sepasang boot yang kini telah usang...

Sang petualang mulai menuliskan kata demi kata dalam sebuah lembaran kertas kosong. Dengan boot tua di hadapannya sebagai inspirasinya. Sesungguhnya petualangan baru telah dimulai kembali...

***

*cerpen ini pernah dimuat di Horizon-majalah sastra tahun 2006*

Comments

Popular Posts