Sidik Jari
Jempol telunjuk jari tengah jari manis kelingking. Tangan kiri dan kanan lalu kembali berulang. Kelingking jari manis jari tengah telunjuk jempol.
"Masih tidak bisa terbaca. Ayo gosok kedua tangannya lalu tekan jarinya lebih keras lagi" ujar sang petugas e-ktp dari kecamatan yang sudah hilang kesabaran masih mencoba menempelkan satu persatu jari ke alat pembaca sidik jari. Peluh keluar dari dahinya. Kondisi ruangan yang tidak diselamatkan dengan penyejuk udara bertambah panas dengan orang-orang yang masih berjejal menunggu antrean.
Tiiiit.
"Akhirnyaaaa Bu!"
Lalu wanita itu pulang ke rumah ditemani suaminya sambil bermuka muram. Dia memencet tombol bertuliskan call dengan dua kali tekan.
"Ah sedih, memalukan"
"Jangan sedih. Alatnya saja itu yang kurang canggih"
"Kulit telapak tangan Mama sudah menipis begini. Sidik jarinya tidak terbaca lagi"
"Jangan terlalu sering terkena sabun dan detergen, Ma. Minyak zaitun dan lotionnya masih rutin dipakai?"
"Ya bagaimana. Rutin kok"
"Tapi lucu juga, kalau misalnya ada kasus dan butuh pemeriksaan barang bukti, eh polisinya bingung karena nggak ada sidik jari yang nempel hehe"
Dia pun tertawa. Sedikit terhibur dan beralih ke topik lain. Entah tentang ajang pencarian bakat di televisi, menu masakan siang ini, atau apa saja yang telah aku kerjakan seharian.
Namun, pikiranku menerawang.
Berapa banyak pakaian yang telah dia cuci selama puluhan tahun? Popok kain bayi perempuan cengeng yang harus diganti beberapa kali sehari? Piyama yang kotor terkena muntahan atau noda akibat lari kesana kemari? Botol susu dan mangkuk bubur beras merah? Seragam sekolah yang menguning dan penggorengan yang menumpuk setiap lebaran?
Tangan yang menyapih. Tangan yang menggandeng ke taman bermain. Tangan yang membimbing menulis, menyeka tangis, dan mengajari bersikap manis. Tangan yang tak bisa diam menggendong dan mengompres di kala sakit. Tangan yang merangkul saat menang dan saat jatuh. Tangan yang melambai tak rela di pintu keberangkatan bandara. Tangan yang berjasa dan dirindukan untuk dikecup sambil berair mata hingga aku percaya bahwa surga tidak hanya ada di telapak kaki ibunda, tetapi juga di telapak tangannya.
Hingga aku percaya, bahwa setiap sel kulit yang terkelupas dari telapak tangan itu akan diganti Allah dengan lipatan pahala dan tangga untuk Mama menuju surga.
"Masih tidak bisa terbaca. Ayo gosok kedua tangannya lalu tekan jarinya lebih keras lagi" ujar sang petugas e-ktp dari kecamatan yang sudah hilang kesabaran masih mencoba menempelkan satu persatu jari ke alat pembaca sidik jari. Peluh keluar dari dahinya. Kondisi ruangan yang tidak diselamatkan dengan penyejuk udara bertambah panas dengan orang-orang yang masih berjejal menunggu antrean.
Tiiiit.
"Akhirnyaaaa Bu!"
Lalu wanita itu pulang ke rumah ditemani suaminya sambil bermuka muram. Dia memencet tombol bertuliskan call dengan dua kali tekan.
"Ah sedih, memalukan"
"Jangan sedih. Alatnya saja itu yang kurang canggih"
"Kulit telapak tangan Mama sudah menipis begini. Sidik jarinya tidak terbaca lagi"
"Jangan terlalu sering terkena sabun dan detergen, Ma. Minyak zaitun dan lotionnya masih rutin dipakai?"
"Ya bagaimana. Rutin kok"
"Tapi lucu juga, kalau misalnya ada kasus dan butuh pemeriksaan barang bukti, eh polisinya bingung karena nggak ada sidik jari yang nempel hehe"
Dia pun tertawa. Sedikit terhibur dan beralih ke topik lain. Entah tentang ajang pencarian bakat di televisi, menu masakan siang ini, atau apa saja yang telah aku kerjakan seharian.
Namun, pikiranku menerawang.
Berapa banyak pakaian yang telah dia cuci selama puluhan tahun? Popok kain bayi perempuan cengeng yang harus diganti beberapa kali sehari? Piyama yang kotor terkena muntahan atau noda akibat lari kesana kemari? Botol susu dan mangkuk bubur beras merah? Seragam sekolah yang menguning dan penggorengan yang menumpuk setiap lebaran?
Tangan yang menyapih. Tangan yang menggandeng ke taman bermain. Tangan yang membimbing menulis, menyeka tangis, dan mengajari bersikap manis. Tangan yang tak bisa diam menggendong dan mengompres di kala sakit. Tangan yang merangkul saat menang dan saat jatuh. Tangan yang melambai tak rela di pintu keberangkatan bandara. Tangan yang berjasa dan dirindukan untuk dikecup sambil berair mata hingga aku percaya bahwa surga tidak hanya ada di telapak kaki ibunda, tetapi juga di telapak tangannya.
Hingga aku percaya, bahwa setiap sel kulit yang terkelupas dari telapak tangan itu akan diganti Allah dengan lipatan pahala dan tangga untuk Mama menuju surga.
Comments